Dakwah memang berat, namun bisa dinikmati dengan seiring berjalannya waktu. Sebagaimana pendaki gunung yang menapaki beratnya medan dipegunungan, mereka akan berhenti sejenak untuk istirahat sambil menikmati pemandangan yang terhampar, berat namun ketika dinikmati tak terasa sudah mencapai puncak pegunungan, dimana ke indahannya sanggup melupakan beratnya medan. Memang begitulah dakwah yang akan senantiasa menemui berbagai persoalan dalam perjalanannya, nikmatilah setiap peristiwa dengan berbagai hikmah yang terkandung. Ah… memang dakwah adalah sesuatu, ya sesuatu yang membuat kehidupan tidak pernah mengalami kebosanan, karena akan terus terpacu kepada tantangan zaman dan perubahan yang terjadi ditengah-tengah ummat. Sesuatu yang membuat seorang hamba terus hidup walaupun meninggal, ya terus hidup apa yang diajarkan kepada ummat. Dan sesuatu yang akan terus menjadi poros kehidupan. Tibalah saatnya sampai kepada akhir dari perjalanan hidup. Tangan sudah tidak bisa lagi untuk mengajak, kaki sudah tidak bisa lagi berjalan dan mulut sudah bisa lagi berucap, jasadpun sudah kaku karena ditinggalkan oleh Ruh. Ketika itu seorang hamba dipanggil untuk melaporkan usaha terbaiknya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Saat itulah, ketika pengemban dakwah yang beruntung akan di masukkan kedalam surga dengan berbagai kenikmatannya, seketika itu terlupakan seluruh jarum yang menusuk badannya, cacian makian yang diterimanya, penolakan yang diterimanya, tebasan pedang yang menyayat badannya dan berbagai ujian yang diterimanya. Sungguh perniagaan yang menguntungkan. – يَا مُخَنثَ العزْمِ أيْنَ أَنْتَ وَالطّريقُ ؟ طَريقٌ تَعِبَ فِيهِ آدمُ ، وناحَ لأَجْلِهِ نُوح ، وَرُميَ فِي النَّار الْخَلِيلُ ، وأضْجِعَ للذّبْحِ إسْماعيلُ ، وَبِيعَ يُوسُف بثَمَنٍ بَخْس ولَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنين ، وَنُشِرَ بالْمِنْشَار زكريا ، وذُبِحَ السّيدُ الْحصورُ يَحْيَ ، وَقَاسَى الضُّرّ أيوبُ ، وزادَ عَلى المِقْدارِ بُكَاءُ داود ، وسَارَ معَ الْوَحْشِ عِيسى ، وعَالجَ الْفَقْرَ وأنواعَ الأذَى محمّد صلّى الله عليه وسلم ، تزْهَا أنت باللّهوِ وَاللّعِب ابن قيم الجوزية, الفوائد Jalan menuju Allah adalah jalan dimana Adam kelelahan Nuh mengeluh Ibrahim dilempar ke dalam api Ismail dibentangkan untuk disembelih Yusuf dijual dengan harga yang murah dan dipenjara selama beberapa tahun Zakaria digergaji Yahya disembelih Ayyub menderita penyakit Daud menangis melebihi kadar semestinya Isa berjalan sendirian dan Muhammad shalallahu alaihi wasallam mendapatkan kefakiran dan berbagai gangguan. Sementara kalian ingin menempuhnya dengan bersantai dan bermain-main? Demi Allah takkan pernah terjadi! Pos-pos Terkait
TikTokvideo from Bintu_Sulaiman 🌹 (@bintu_sulaiman85): "Jika dengan mencari jalan allah itu, aku dibenci. Maka aku redha 🌹#muslimahtojannah🖤 #tiktokdakwah #dakwah #hidayah #ujian #allahsayang #redha #ilmuagama". suara asli - kepolo.Banyak diantara kita bila mendengar kata “berkorban” yang terbayang adalah kesulitan, beban, merugikan, menyakitkan dan berbagai perasaan lain yang tidak menyenangkan. Hal ini wajar karena berkorban mengharuskan seseorang mengesampingkan kepentingannya sendiri. Hal ini akan terasa berat dan menjadi beban bagi mereka yang tidak memahami esensi berkorban itu. Disatu sisi berkorban dijalan dakwah merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Karena dakwah merupakan kewajiban bagi setiap mukmin untuk tegaknya agama Allah. Sedangkan disisi lain secara manusiawi seseorang akan merasa berat jika dituntut untuk melakukan sesuatu yang dianggap merugikan atau tidak menguntungkan diri sendiri. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang utuh tentang berkorban dijalan dakwah itu sendiri. Apakah benar pengorbanan dijalan dakwah itu merugikan dan merupakan beban bagi para pengemban dakwah. Kalau kita coba pahami dengan baik ternyata berkorban itu bukan hanya untuk kepentingan orang lain. Sebenarnya manfaatnya akan kembali kepada diri sendiri. Seseorang yang merelakan hartanya untuk berjuang dijalan Allah sebenarnya ia tengah menabung untuk dirinya. Karena Allah akan memberikannya kembali dengan tambahan yang lebih besar diakhirat nanti. Dia berfirman مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ – ٢٦١ “Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”. QS. alBaqarah261. Rasulullah saw. bersabda مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِي سَبِيْلِ اللهِ تَضَاعَفَتْ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. رواه أحمد “Barangsiapa menafkahkan sesuatu dijalan Allah maka akan dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat”. HR. Ahmad Begitu juga orang yang mengorbankan jiwanya dalam rangka menegakkan agama Allah akan mendapat kedudukan yang tinggi disisiNya. Ia akan menggapai syahadah yang akan mengantarkannya kepada kebahagiaan abadi. Agar berkorban menjadi ringan Agar berkorban dijalan dakwah terasa ringan ada beberapa hal yang mesti kita lakukan; Pertama, berusaha menjadikan dakwah sebagai sesuatu yang paling kita cintai. Mencintai dakwah melebihi cinta kepada anak, istri, harta, bahkan diri sendiri. Inilah yang terjadi pada pribadi para sahabat Rasulullah saw.; Abubakar, Umar, Utsman, dan yang lainnya. Mereka rela mengorbankan diri dan hartanya dijalan Allah. Ketika Abubakar datang kepada Rasulullah saw. dengan membawa seluruh hartanya, Beliau saw. bertanya, “Adakah harta yang engkau sisakan? Ia menjawab, “Ada pada Allah dan Rasulnya.” Zaid bin Haritsah tidak merasa takut melesak ketengah barisan musuh diperang Mu’tah. Karena yang ia cari adalah syahid dijalan Allah. Ia telah menjual dirinya kepada Allah dengan surga sebagai harganya. Inilah yang Allah gambarkan dalam firmanNya اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ – ١١١ Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu Telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. QS. At-Taubah111 Dengan mencintai dakwah sebagai wujud kecintaan kita kepada Allah kita akan merasa ringan ketika harus berkorban dijalannya. Seperti seseorang yang mencintai istri dan anaknya maka ia akan rela berkorban untuk mereka. Atau seperti seorang laki-laki yang mencintai seorang gadis, ia akan rela melakukan apapun demi mendapatkan cintanya. Seorang hamba yang mencintai Allah dengan sepenuh hatinya ditanya tentang kebiasaannya yang suka memberikan hartanya dan mengorbankan jiwanya dijalan Allah tanpa perhitungan, apa gerangan yang membuatnya demikian? Ia mengatakan, “Suatu ketika aku mendengar sepasang manusia yang sedang dimabuk cinta berbisik-bisik ditempat yang sunyi. Sang pemuda berkata kepada gadis disampingnya, “Aku, demi Allah sangat mencintaimu sepenuh hati, tapi mengapa engkau selalu berpaling dariku.” Gadis itu menjawab, “Jika engkau benar-benar mencintaiku, apa yang hendak engkau persembahkan sebagai bukti cintamu.” Pemuda itu berkata, “Akan aku persembahkan seluruh jiwa ragaku untukmu.” Hamba Allah itu berkata, “Ini adalah kisah cinta sesama makhluk, bagaimana jika yang dicintainya itu adalah Sang Khaliq yang layak untuk dipuja dan disembah?” Kedua, membiasakan diri dalam berkorban. Para nelayan yang sudah terbiasa menghadapi ombak dan badai serta dinginnya angin malam tidak merasa berat dengan semua itu, mengapa? Karena mereka sudah biasa. Dengan membiasakan diri untuk berkorban kita akan merasa ringan. Oleh karenanya sejak dari awal sejatinya dakwah harus disertai dengan semangat pengorbanan dan dibiasakan untuk berkorban baik harta, tenaga, waktu bahkan jiwa. Jika perlu diri kita harus dipaksa untuk berkorban agar hal itu menjadi sebuah kebiasaan. Dan yang harus memaksanya adalah diri sendiri, bukan orang lain. Para ustadz dan pembimbing mungkin hanya bisa mengarahkan dan membina agar para pengemban dakwah tersebut mau berkorban. Tetapi selanjutnya merekalah yang mengusahakan dirinya agar dengan suka rela memberikan pengorbannya untuk dakwah. Coba simak apa yang dilakukan Abdullah bin Rawahah ketika maju ke tengah medan pertempuran tetapi hatinya merasa ragu karena takut terhadap kematian maka ia serukan kepada jiwanya “Aku sungguh bersumpah, hai jiwaku, kau mesti menerjuni pertempuran, Mau atau tidak, kau terpaksa menghadapinya. Apabila orang-orang itu berhimpun dan mereka berpekik keras-keras, maka mengapa aku melihatmu membenci surga? Cukup lama kau merasakan ketenangan Bukankah kau tiada lain adalah air mani didalam kulit?” Ia kemudian menerjang ke tengah musuh dengan dahsyatnya hingga meninggal dalam keadaan syahid. Abdullah telah berhasil memaksa dirinya untuk mengorbankan jiwanya. Ia cambuk jiwanya ketika mencoba memalingkan dirinya dari pengorbanan itu. Tindakan seperti inilah yang mesti kita lakukan ketika jiwa kita merasa pelit dan malas untuk berkorban dijalan dakwah. Diri kita harus dipaksa untuk terbiasa dan bisa berkorban demi dakwah untuk meninggikan kalimah Allah li i’laali kalimatillah. Ketiga, berdakwah dengan penuh perasaan dan kesadaran. Selama ini kita merasa berat dalam melakukan aktifitas dan pengorbanan dalam dakwah mungkin karena kita tidak melakukan semuanya itu dengan sepenuh perasaan dan kesadaran. Padahal perasaan yang menyertai suatu aktifitas akan mampu menghilangkan rasa berat yang mungkin muncul. Sementara kesadaran penuh ketika melakukan suatu perbuatan akan mendatangkan kenikmatan didalamnya. Ketika dakwah yang kita lakukan hanya merupakan rutinitas atau bahkan hanya sekedar sebagai penggugur dosa maka ia akan tetap menjadi sebuah beban, dan pengorbanan dijalannya akan terasa memberatkan. Seperti shalat yang hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari lima menit akan terasa berat bagi orang-orang yang melaksanakannya tidak disertai dengan perasaan dan kesadaran. Berbeda dengan Rasulullah saw. dan para sahabat yang justru merasa nikmat ketika melaksanakan shalat. Sehingga mereka betah menghabiskan waktu yang lama dalam shalatnya. Sebaliknya orang-orang munafik malah merasa berat walau shalatnya hanya seperti burung bangau mematuk cacing. Allah beritakan hal ini dalam Alqur’an وَمَا مَنَعَهُمْ اَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقٰتُهُمْ اِلَّآ اَنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَبِرَسُوْلِهٖ وَلَا يَأْتُوْنَ الصَّلٰوةَ اِلَّا وَهُمْ كُسَالٰى وَلَا يُنْفِقُوْنَ اِلَّا وَهُمْ كٰرِهُوْنَ – ٥٤ Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan Karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak pula menafkahkan harta mereka, melainkan dengan rasa enggan. QS. At-Taubah54 Mengapa bisa terjadi perbedaan perasaan antara Rasulullah saw. dan para sahabat dengan orang munafik ketika melaksanakan shalat itu. Karena Rasulullah saw. dan para sahabat melaksanakannya dengan segenap perasaan dan kesadaran khusyu, sementara orang munafik melakukannya karena terpaksa kaarihuun. Maka tidak heran jika Khalid bin Walid, seorang panglima perang yang gagah-berani, merasakan kenikmatan luar biasa ketika berada dimedan perang. Padahal peperangan telah melukai setiap jengkal tubuhnya. Ia berkata, “Aku lebih menyukai malam yang sangat dingin dan bersalju, di tengah-tengah pasukan yang akan menyerang musuh pada pagi hari, daripada menikmati indahnya malam pengantin bersama wanita yang aku cintai atau aku dikabari dengan kelahiran anak laki-laki.” HR al-Mubarak dan Abu Nuaim. Suatu hal yang menyakitkan seperti perang menjadi nikmat karena dilakukan dengan segenap perasaan dan kesadaran. Khatimah Saat ini kita semua yang terjun didunia dakwah sangat diharapkan pengorbanannya demi tegaknya kembali hukum Allah dimuka bumi. Pengorbanan yang tulus dari hati sanubari. Pengorbanan yang tidak pernah berhenti. Berkorban dengan segala yang kita miliki. Pengorbanan dengan senang hati karena hal itu muncul dari kesadaran diri. Semakin banyak orang yang mau berkorban akan semakin dekat kemenangan datang. Sebaliknya bila sedikit orang yang mau berkorban maka akan semakin jauh pula kemenangan itu tiba. Keberhasilan kaum Muslimin menegakkan Daulah Islam di Madinah dalam waktu singkat adalah karena pengorbanan yang luar biasa dari mereka. Mush’ab bin Umair misalnya rela meninggalkan kemewahan hidupnya demi memenuhi seruan dakwah. Kaum Muhajirin rela berpisah dengan keluarga dan meninggalkan hartanya di Mekkah karena panggilan dakwah. Begitu juga kaum muslimin pada masa Khulafaur rasyidin dan para Khalifah sesudahnya lebih mementingkan dakwah dan jihad ketimbang mengejar duniawi. Sehingga islam mampu menyinari dua pertiga wilayah dunia dalam masa kejayaannya selama tiga belas abad. Tak inginkah kita berada dibarisan mereka yang telah berbahagia menyandang predikat pejuang islam. Orang-orang yang telah menghiasi perjalanan hidupnya dengan pengorbanan dijalan dakwah. Orang-orang yang telah mengukir sejarah peradaban islam yang gemilang. Jangan sia-siakan kesempatan untuk berkorban dijalan Allah yang Anda miliki hari ini sebelum kesempatan itu hilang yang akan menyisakan penyesalan tiada akhir. Wallahu a’lam bisshawab
SetiapMuslim wajib berdakwah. Apa Makna, Arti, Definisi, atau Pengertian Dakwah yang sebenarnya? SECARA etimologis, menurut para ahli bahasa, dakwah berakar kata da'a-yad'u-da'watan, artinya "mengajak" atau "menyeru". Secara terminologis, dakwah adalah mengajak atau menyeru manusia agar menempuh kehidupan ini di jalan Allah Swt, berdasarkan ayat Al-Quran: Bentuk-bentuk Jatuh di Jalan Dakwah Menjadi lambat, kurang kontribusi, kurang produktifMenjadi pasif dan tidak berbuat apa-apaMenarik diri dari lingkaran dakwahMenjadi benci terhadap dakwahBerbalik memusuhi dan memerangi dakwahItulah beberapa indikasi jatuhnya seseorang di jalan dakwah, mulai dari indikasi yang ringan sampai pada yang paling berat. Fenomena berjatuhan di jalan dakwah adalah fenomena yang hampir selalu ada. Siapakah yang dirugikan dari fenomena ini? Dakwah? Sampai batas-batas tertentu, bisa jadi. Akan tetapi, yang sebetulnya dirugikan adalah sang aktivis dakwah yang terjatuh itu ibarat gerbong kereta yang mengangkut para aktivisnya sebagai penumpang. Jika ada seseorang yang tertinggal dari gerbong, akan ada saja orang lain yang menggantikan kursi tempat duduknya. Tertinggalnya orang tersebut hampir tidak berpengaruh pada dakwah. Sebaliknya, yang tertinggal itulah yang menjadi rugi. Relakah kita menjadi orang yang tertinggal itu?Orang-orang yang jatuh di jalan dakwah bisa juga diibaratkan seperti daun-daun yang berguguran dari sebuah pohon yang rindang dan lebat daunnya. Itulah 'pohon dakwah'. Dedaunan yang jatuh berguguran itu sama sekali tidak merugikan pohon besar tersebut. Justru, dedaunan yang gugur itulah yang menjadi binasa karena ia akan menjadi kering dan hancur karena tidak lagi bisa mendapatkan suplai makanan dari pohon. Relakah kita menjadi daun yang gugur itu?Selanjutnya, apa sajakah yang bisa menyebabkan seorang aktivis dakwah terjatuh di jalan dakwah? Secara umum, ada 2 sebab faktor internal dan faktor Faktor Internal 1. Karena semangat menurun Antisipasi Senantiasa menjaga kekuatan ruhiyahMembentengi diri dengan ilmu yang kokoh 2. Karena merasa jenuh Antisipasi Tidak berlebihan dan ekstrim, menanggung beban yang terlalu beratMelakukan refreshing dan hal-hal yang menghibur diri 3. Karena tidak puas Antisipasi Senantiasa ikhlas hanya karena Allah dan tidak menggantungkan harapan dan orientasi kepada selain-Nya 4. Karena tidak bisa memahami dakwah Antisipasi Terlibat dan terjun langsung dalam dakwah sehingga memahami realitasSenantiasa mengikuti perkembangan dan dinamika terkiniSenantiasa meningkatkan dan mempeluas ilmu dan pemahaman Karena Faktor Eksternal 1. Karena terbawa oleh lingkungan pergaulan Antisipasi Cari lingkungan pergaulan dan teman-teman dekat yang baikPerkuat ketahanan diri ruhiyah dan ilmu 2. Karena tekanan dan pengaruh keluarga Antisipasi Membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluargaBerusaha untuk berdakwah dalam keluarga dengan cara yang sebaik-baiknyaMemiliki ”keluarga kedua” 3. Karena terbuai oleh kenikmatan dunia Antisipasi Perkuat ketahanan diri ruhiyah dan ilmuMemiliki tameng diluar diri kita orang-orang yang bisa menjaga diri kita, bentuk-bentuk kenikmatan tandingan yang syar’i 4. Karena tidak kuat menghadapi tekanan kehidupan Antisipasi Memantapkan pilar-pilar kehidupanPerkuat ketahanan diriPerhatian dan bantuan dari saudara-saudaranya 5. Karena tidak kuat menghadapi intimidasi Antisipasi Perkuat ketahanan diriMempersenjatai diriPembelaan dan dukungan dari saudara-saudaranya 6. Karena perselisihan atau konflik dengan saudaranya Antisipasi Senantiasa menjaga adab-adab dan akhlaq-akhlaq mu’amalah dengan saudara-saudaranyaMemiliki hati yang lapangAdanya peredam bibit-bibit perselisihan dan konflik JudulKajian :Jalan Dakwah Itu BeratUstadz Ahmad Ridwan Lc.Link: Oleh IMAM NUR SUHARNOOLEH IMAM NUR SUHARNO Dakwah adalah kewajiban bagi setiap Muslim, laki-laki dan perempuan. Dakwah merupakan tugas para nabi dan rasul QS Yusuf [12] 108, sehingga dakwah ini menjadi aktivitas mulia di hadapan Allah. Apa pun profesi kita, aktivitas dakwah hendaknya melekat dalam diri seorang Muslim dan menjadikan profesi tersebut sebagai sarana dalam dakwah. Hal yang hendaknya dipahami oleh setiap juru dakwah dai, di balik kemuliaan di jalan dakwah, selalu ada rintangan yang menghalangi. Itu merupakan sunatullah dalam kehidupan, pun dalam dakwah. Maka, sikap tsabat hendaknya melekat dalam diri seorang dai. “Dan sungguh, Kami akan benar-benar menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” QS Muhammad [47] 31. Berkaitan dengam tsabat, Hasan al-Banna menempatkan tsabat dalam urutan ke tujuh dalam rukun komitmen dalam dakwah. Ia mengatakan, "yang saya kehendaki dengan tsabat keteguhan adalah setiap kita dai hendaknya senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang mengantarkan kepada tujuan, betapa pun jauh jangkauan dan lama waktunya, sehingga bertemu dengan Allah dalam keadaan demikian, sedangkan ia telah berhasil mendapatkan salah satu dari dua kebaikan, yaitu meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya." Dalam hal ini Allah SWT berfirman, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah janjinya.” QS al-Ahzab [33] 23. Lanjut al-Banna, waktu bagi kita adalah bagian dari solusi. Sedangkan jalan yang akan kami tempuh ini lama masanya, panjang tahapannya, dan banyak tantangannya. Namun, dialah satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan kepada tujuan dengan janji imbalan yang besar dan pahala yang indah. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” QS Ali Imran [3] 104. Dalam ayat tersebut, "makruf" adalah segala perbuatan aktivitas yang mendekatkan seseorang kepada Allah; sedangkan "mungkar" ialah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari-Nya. Dan, dakwah sebagai aktivitas yang mengajak kepada yang makruf dan mencegah hal yang mungkar. Setiap sarana dalam dakwah membutuhkan kesiapan yang matang, penetapan waktu yang tepat, dan pelaksanaan yang cermat. Semua itu sangat dipengaruhi oleh waktu. Maka, tatkala mereka berkata “Kapan itu akan terjadi?” Katakanlah “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat.” QS al-Isra [17] 51. Semoga Allah mengokohkan langkah para dai agar dapat menghadapi segala macam rintangan dalam dakwah. Amin. .